Bersama Ketua RW & Ketua MUI Kelurahan Panglayungan |
Anggota Marching Band bersama Kepala Sekolah & Guru |
Pembina, Tokoh Maryarakat, MUI, Kepala Sekolah, Guru dan Masyarakat |
BAB I
PENDAHULUAN
Secara singkat pendidikan merupakan
produk dari masyarakat,karena apabila kita sadari arti pendidikan sebagai
proses transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek
kelakuan lainnya kepada generasi muda maka seluruh upaya tersebut sudah
dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu
yang kita pelajari merupakan hasil hubungan kita dengan orang lain baik di
rumah,sekolah, tempat permainan, pekerjaan dan sebagainya. Wajar pula apabila
segala sesuatu yang kita ketahui adalah hasil hubungan timbal balik yang
ternyata sudah sedemikian rupa dibentuk olehmasyarakat kita.
Bagi masyarakat sendiri hakikat
pendidikan sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan proses kemajuan hidupnya.
Agar masyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya, maka kepada anggota
mudanya harus diteruskan nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan dan bentuk tata
perilaku lainnya yang diharapkan akan dimiliki oleh setiap anggota. Setiap
masyarakat berupaya meneruskan kebudayaannya dengan proses adaptasi tertentu
sesuaicorak masing-masing periode jaman kepada generasi muda melaluipendidikan,
secara khusus melalui interaksi sosial. Dengan demikian pendidikan dapat
diartikan sebagai proses sosialisasi.Dalam pengertian tersebut, pendidikan
sudah dimulai semenjak seorang individu pertama kali berinteraksi dengan lingkungan
eksternal di luar dirinya,
Dalam konteks sosial, pendidikan juga
memiliki fungsi, peran dan kiprah lain yang berkorelasi dengan
kekuatan-kekuatan kolektif yang sudah mapan. Tidak hanya puas dalam kondisi
demikian pendidikan juga memberikan andil menterjemahkan nilai-nilai baru yang
tumbuh akibat proses pergulatan sejarah dalam wujud emansipasi integrasi dengan
sistem dan struktur sosialnya. Sehingga dengan begitu masyarakat tidak pernah
kering dari dinamika perubahan dan evolusi sosialnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hubungan
Individu Dan Masyarakat
Pengertian
individu
Dalam
ilmu sosial individu merupakan bagian
terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Umpama
keluarga sebagai kelompok sosial yang terkecil terdiri dari ayah, ibu dan anak.
Ayah merupakan individu yang sudah tidak dapat dibagi lagi, demikian pula Ibu.
Anak masih dapat dibagi sebab dalam suatu keluarga jumlah anak dapat lebih dari
satu.
Banyak
para ahil telah memberikan pengertian tentang masyarakat. Smith, Stanley dan
Shores mendefinisikan masyarakat sebagai suatu kelompok individu-individu yang
terorganisasi serta berfikir tentatang diri mereka sendiri sebagai suatu
kelompok yang berbeda. (Smith, Stanley, Shores, 1950, p. 5).
Dari
pengertian tersebut di atas ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu bahwa
masyarakat itu kelompok yang terorganisasi dan masyarakat itu suatu kelompok
yang berpikir tentang dirinya sendiri yang berbeda dengan kelompok yang lain.
Oleh karena itu orang yang berjalan bersama-sama atau duduk bersama-sama yang
tidak terorganisasi bukanlah masyarakat.
Kelompok
yang tidak berpikir tentang kelompoknya sebagai suatu kelompok bukanlah
masyarakat. Oleh karena itu kelompok burung yang terbang bersama dan semut yang
berbaris rapi bukanlah masyarakat dalam arti yang sebenarnya sebab mereka
berkelompok hanya berdasarkan naluri saja.
Menurut
pendapat Znaniecki bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang meliputi unit
biofisik para individu yang bertempat tinggal pada suatu daerah geografis
tertentu selama periiode waktu tertentu dari suatu generasi. Dalam sosiology
suatu masyarakat dibentuk hanya dalam kesejajaran kedudukan yang diterapkan
dalam suatu organisasi. (F Znaniecki, 1950, p. 145),
Jika
kita bandingkan dua pendapat tersebut di atas tampak bahwa pendapat Znaniecki
tersebut memunculkan unsur baru dalam pengertian masyarakat yaitu masyarakat
itu suatu kelompok yang telah bertempat tinggal pada suatu daerah tertentu
dalam lingkungan geografis tertentu dan kelompok itu merupakan suatu sistem
biofisik. Oleh karena itu masyarakat bukanlah kelompok yang berkumpul secara
mekanis akan tetapi berkumpul secara sistemik. Manusia yang satu dengan yang
lain saling memberi, manusia dengan lingkungannya selain menerima dan saling
memberi. Konsep ini dipengaruhi oleh konsep pandangan ekologis terhadap satwa
sekalian alam.
Menurut
pendapat Parson bahwa suatu sistem
sosial di mana semua fungsi prasyarat yang bersumber dan dalam dirinya sendiri
bertemu secara ajeg (tetap) disebut masyarakat. Sistem sosial terdiri dari
pluralitas prilaku-pnilaku perseorangan yang berinteraksi satu sama lain dalam
suatu lingkungan fsik. Jika masing masing individu ini berinteraksi dalam waktu
yang lama dari generasi ke generasi dan terjadi pada proses sosialisasi pada
generasi tersebut maka aspek ini akan menjadi aspek yang penting dalam sistem
sosial. Dalam berintegrasi dan bersosialisasi ini kelompok tersebut
mempergunakan kerangka acuan pendidikan.
Dari
berbagai pendapat tersebut di atas maka W F Connell (1972, p. 68-69)
menyimpulkan bahwa masyarakat adalah :
1) Suatu
kelompok orang yang berpikir tentang diri mereka sendiri sebagai kelompok yang
berbeda, diorganisasi, sebagai kelompok yang diorganisasi secara tetap untuk
waktu yang lama dalam rintang kehidupan seseorang secara terbuka dan bekerja
pada daerah geografls tertentu,
2) Kelompok orang yang mencari penghidupan secara
berkelompok, sampai turun temurun dan mensosialkan anggota anggotanya melalui
pendidikan,
3) Suatu ke
orang yang mempunyai sistem kekerabatan yang terorganisasi yang mengikat
anggota-anggotanya secara bersama dalam keselurühan yang terorganisasi.
B.
Hubungan
individu dan masyarakat secara umum
Hubungan
antara individu dan masyarakat telah lama dibicarakan orang. Soeyono Soekanto
(1981, p.4) menyatakan bahwa sejak Plato pada zaman Yunani Kuno telah ditelaah
tentang hubungan individu dengan masyarakat. K. J. Veerger (1986, p. 10) lebih
lanjut menjelaskah bahwa pembahasan tentang hubung individu dan masyarakat
telah dibahas sejak Socrates guru Plato.
Hubungan
antara individu dan masyarakat telah.banyak disoroti oleh para ahli baik para
filsuf maupun para ilmuan sosial. Berbagai pandangan itu pada dasarnya dapat
dikelompokkan kedalam tiga pendapat yaitu pendapat yang menyatakan bahwa
1) Masyarakat
yang menentukan individu,
2) Individu yang menentuk masyarakat, dan
3) Idividu
dan masyarakat saling menentukan.
Pandangan
yang pertama terhadap hubungan. Masyarakat dan Individu itu hidup untuk masyarakat.
Pandangan ini berakar pada realisme yaitu suatu aliran filsafat yang mengatakan bahwa konsep-konsep umum seperti : manusia ,binatang, pohon, keadaan, keindahan
dan sebagainya , itu mewakili realita luar diri yang memikirkan mereka. Jadi di luar manusia yang sedang
berpikir ada suatu realitas tertentu yang bersifat umum. Oleh karena itu
berlaku secara umum dan tidak terikat oleh yang satu persatu. Jika mengatakan
manusia itu makhluk jasmani dan rohani, maka kita membicarakan setiap manusia
terlepas dan manusia yang manapun dan di manapun. Konsekuensi dari pendapat itu
maka masyarakat itu merupakan suatu realitas.
Masyarakat
memiliki realitas tersendiri dan tidak terikat oleh unsur yang lain dan yang
berlaku umum. Masyarakat yang dipindahkan oleh seseorang itu berada di luar
orang yang berpikir tentang masyarakat itu sendiri. Sebelum individu ada
masyarakat yang dipikirkan itu telah ada. Oleh karena itu masyarakat itu tidak
terikat pada individu yang memikirkannya. Menurut K J Veerger (1986) ada tiga
pandangan yang memandang masyarakat sebagai suatu realitas yaitu pandangan
holistis, organis dan kolektivitis.
C.
Pandangan
holisme terhadap hubungan individu dan masyarakat.
Istilah
holisme berasal dan bahasa Yunani, Holos yang
berarti keseluruhan. Holisme memandang secara berlebihan terhadap totalitas
(keseluruhan) pada kesatuan kehidupan
manusia dengan mengingkari adanya perbedaan di antara manusia. Keseluruhan
dipandang sebagai sesuatu hal yang melebihi dari bagian-bagian. Pandangan yang
bersifat holistis ini tampak pada pandangan Aguste
Comte (1798 - 1853). Menurut Aguste
Comte masyarakat dilihat suatu kesatuan di mana dalam bentuk dan arahnya
tidak tergantung pada inisiatif bebas
anggotanya, melainkan pada proses
spontan otomatis perkembangan akal budi manusia.
Akal
budi dan cara orang berpikir berkembang dengan sendirinya. Prosesnya
berlangsung secara bertahap, merupakan proses
alam yang tak terelakkan dan tak terhentikan. Perkembangan ini dikuasai oleh
hukum universal yang berlaku bagi semua
orang di manapun dan kapanpun, dan pandangan Comte ini dapat diketahui
bahwa umat manusia itu dipandang sebagai suatu keseluruhan, individu merupakan
bagian-bagian yang hidup untuk kepentingan keseluruhan.
D.
Pandangan
organisme terhadap hubungan antara individu dan masyarakat.
Organisme
suatu aliran yang berpendapat bahwa masyarakat itu berevolusi atau berkembang
berdasarkan suatu pninsip intrinsik di dalani dirinya sama seperti halnya
dengan tiap-tiap organisme atau makhluk
hidup. Prinsip perkembangan ini berperan dengan lepas bebas dari kesadaran dan kemauan
anggota masyarakat.
Hubungan
individu dan masyarakat menurut paham individualistis. Individualisme suatu
paham yang menyatakan bahwa dalam kehidupan seorang individu kepentingan dan
kebutuhan individu yang lebih penting dan pada kebutuhan dan kepentingan
masyarakat. Individu yang menentukan corak masyarakat yang dinginkan.
Masyarakat harus melayani kepentmgan individu. Individu mempunyai hak yang
mutlak dan tidak boleh dirampas oleh masyarakat demi kepentingan umum.
Paham
individualisme juga disebut Atomisme.
Atomisme berpendapat bahwa hubungan
antara individu itu seperti hubungan antar atom-atom yang membentuk molekul-molekul. Oleh karena
itu hubungan in bersifat lahiriah. Bukan kesatuan yang penting tetapi keaneka ragaman
yang penting dalam masyarakat.
Pandangan
individualistis ini yang otomistis ini berakar pada nominalisme suatu aliran
filsafat yang menyatakan bahwa konsep-konsep umum itu tidak mewakili realitas
dari sesuatu hal. Yang menjadi realitas itu individu. Realitas masyarakat itu
ada karena individu itu ada. Jika individu tidak ada maka masyarakat itu tidak
ada. Jadi adanya individu itu tidak tergantung pada adanya masyarakat.Paham
yang ketiga ini memandang masyarakat sebagai proses di mana manusia sendiri
mengusahakan kehidupan bersama mcnurut konsepsinya dengan bertanggung jawab
atas hasilnya. Manusia tidak berada di dalam masyarakat bagaikan burung di
dalam kurungannya, melainkan ia bermasyarakat. Masyarakat bukan wadah melainkan aksi, yaitu social action.
Masyarakat terdiri dari sejumlab pengertian, perasaan, sikap, dan tindakan,
yang tidak terbilang banyaknya.
Orang berkontak dan berhubungan satu dengan
yang lain menurut pola-pola sikap dan
perilaku tertentu, yang entah dengan suka, entah terpaksa telah diterima oleh
mereka. Umumnya dapat dikatakan bahwa kebanyakan orang akan menyesuaikan
kelakuan mereka dengan pola-pola itu. Seandainya tidak, hidup sebagai manusia
menjadi mustahil. “Masyarakat sebagai
proses” dapat dipandang dari dua segi yang dalam kenyataannya tidak
dipisahkan satu dengan yang lain karena merupakan satu kesatuan.
v Pertama
masyarakat dapat dipandang dari segi anggotanya yang membentuk, mendukung,
menunjang dan meneruskan suatu pola kehidupan tertentu yang kita sebut
masyarakat.
v Kedua
masyarakat dapat ditinjau dari segi pengaruh struktumya atas anggotanya.
Pengaruh ini sangat penting sehingga boleh dikatakan bahwa tanpa pengaruh ini
manusia satu persatu tidak akan hidup. Marilah kita perhatikan bagaimana jika
pengaruh masyarakat yang berupa kepemimpinan, bahasa, hukum, agama, keluarga,
ekonomi, pertahanan, moralitas dan lain sebagainya. Tanpa itu semua manusia
satu persatu tidak akan berdaya, ia akan jatuh ke dalam suatu keadaan, di
mana-mana manusia tidak akan berdaya dan manusia akan hancur oleh
kekuatan-kekuatan alam dan nalurinya sendin.
Hubungan
individu-masyarakat yaitu bahwa hidup bermasyarakat adalah ciptaan dan usaha
manusia sendiri. Manusia berkeluarga, ia berkelompok. Selalu membuat sesuatu
dan berbuat. Keluarga, kelompok, masyarakat dan negara tidak merupakan
kesatuan-kesatuan yang berdiri di luar. Mereka ada usaha manusia, yang terus
dipertahankan, dipelihara, ditunjang, atau apabila perlu-diubahkan atau diganti
oleh manusia. Mereka adalah bagian hidupnya. Mereka adalah bentuk perilaku yang
tergantung dari dia. Hidup bermasyarakat yang diusahakan dan diciptakan
sendiri, bertujuan untuk memungkinkan perkembangannya sebagai manusia. Sebab
tanpa masyarakat tidak ada hidup individual yang manusiawi.
Jadi
manusia sekaligus membentuk dan dibentuk oleh hasil karyanya sendiri, yaitu
masyarakat. Manusia tidak bebas dalam arti bahwa ia bebas memilih antara hidup
sendiri atau hidup berbagai dengan orang lain. Ia harus hidup berbagai agar
tidak hancur. Tetapi cara dan bentuk hidup berbagai itu ditentukannya dengan
bebas. Tidak ada satu pola kebudayaan yang mutlak dan universal. Jadi ada
relasi timbal balik antara individu. Di satu pihak individu ikut membentuk dan
menegakkan masyarakat, dan ia bertanggungjawab. Di lain pihak masyarakat menghidupi
individu dan oleh karenanya bersifat mengikat bagi dia.
Hubungan
antara masyarakat dan individu dapat digambarkan sebagai kutub positif dan
kutup negatif pada aliran listrik. Jika dua kutub itu dihubungkan listrik ia
akan mampu memberi kekuatan baginya dan menimbulkan suasana yang cerah. Jika
individu dan masyarakat dipersatukan maka kehidupan individu dan masyarakat
akan lebih bergairah dan suasana kehidupan individu dan kehidupan masyarakat
akan lebih bermakna dan hidup serta bergairrah.
E.
Hubungan
Individu Dan Masyarakat Di Indonesia
Dari
uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui bahwa hubungan individu dan
masyarakat itu dapat ditinjau dari segi masyarakat saja (totalisme), ditinjau
dari segi individu saja (individualisme) dan ditinjau dari segi interaksi
individu dan masyarakat. Dengan memperhatikan tiga pandangan ini maka bagaimana
hubungan individu dan masyarakat di Indonesia? Profesor Supomo menyatakan bahwa
hubungan antara warga negana dan negara Indonesia adalah hubungan yang integral. Driyarkara SY menyatakan bahwa
hubungan masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah hubungan yang integral (Driyarkara, 1959, p. 225). Dari uraian
ini dapat disimpulkan bahwa paham yang dianut untuk menggambarkan hubungan
antara individu dan masyarakat di Indonesia adalah paham integralisme.
Paham
inntegralisme berpendapat bahwa individu-individu yang bermacam-macam itu
merupakan suatu kesatuan dan keseluruhan yang utuh. Manusia dalam masyarakat
yang teratur dan tertib itu berada dalam suatu integrasi. Menurut Dniyarkara SY
integrasi semacam ini dapat berarti dalam arti sosiologis dan psikologis, sebab
manusia yang berada dalam integrasi itu merasa aman, tenang dan bahagia.
Integrasi semacam ini terdapat dalam masyanakat kecil maupun besar, seperti
keluarga, desa dan negara.
Menurut
peneitian J. H. Boeke (1953) yang dikutip oleb Driyarkara SY (1959, p. 229-230)
terhadap masyarakat Tenganan dan masyarakat Badui serta Tengger disimpuilcan
bahwa dalam masyarakat yang integral akan terlihat adanya unsur-unsur pokok
sebagai berikut:
1) Keyakinan
tentang adanya hubungan antara manusia dan dunia yang tak terlihat,
2) Hubungan
antara manusia dengan tanah tumpah darah yang sangat erat,
3) Hubungan
antara manusia dengan keluarga yang erat,
4) Suatu
bentuk masyarakat di mana semua anggotanya mengerti seluk beluk masyarakatnya,
5) Kehidupan
material yang layak karena orang mengerti bagaimana mencari kehidupan itu.
Perhatian
terhadap masyarakat dan individu dapat dijumpai pada pasal-pasal dalam UUD 1945
seperti pasal 30 yang mengatur hak dan kewajiban warga negara untuk membela
negara, pasal 31 yang mengatur hak dan kewajiban tentang pengajaran bagi
tiap-tiap warga negara dan pemerintah, pasal 33 yang mengatur tentang :
1) Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan,
2) Cabang
cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara,
3) ‘’Bumi
dan air dan kekayaan-kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarmya kemakmuran rakyat’’, pasal 34
menyatakan bahwa ‘’Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara’’.
Dalam pasal 27 dijelaskan bahwa ‘’Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang
sama dalam hukum ‘’dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu tidak ada kecualinya. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 28 menyatakan ‘’Tiap-tiap warga
negara mempunyai kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang’’. Pasal 29 ‘’Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu’’. Pada pasal 1
dijelaskan bahwa ‘’Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
Republik dan kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR’’.
Jika pasal demi pasal tersebut di atas diperhatikan maka jelas bahwa individu
dan masyarakat diberi kewajiban dan hak dalam mengejar kehidupan yang bahagia
sejahtera.
F. Fungsi
Dan Peranan Pendidikan Dalam Masyarakat
Pengembangan
Masyarakat Melalui Pendidikan Secara Sistemik
Pendekatan
sistemik terbadap pengembangan melalui pendidikan adalah pendekatan di mana
masyarakat tradisional sebagai input dan pendidikan sebagai suatu lembaga
pendidikan masyarakat sebagai pelaksana proses pengembangan dan masyarakat yang
dicita-citakan sebagai outputnya yang dicita-citakan.
Menurut
Ki Hajar Dewantoro ada tiga lingkungan pendidikan yaitu lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Dari ketetapan MPR No. 1!/MPR/1988 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara kita
mengetahui bahwa pendidikan itu merupakan tanggung jawab bersama antara orang
tua, pemerintah dan masyarakat.
Dari dua
penjelasan tersebut di atas maka bentuk pendidikan dibagi menjadi tiga bentuk
yaitu pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal
(Undang-Undang nomor 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Pelaksanaan
ketiga bentuk pendidikan adalah lembaga pemerintah, lembaga keluarga, lembaga
keagamaan dan lembaga pendidikan lain. Lembaga keluarga menyelenggarakan
pendidikan informal, lembaga pemerintah, lembaga keagamaan, lembaga pendidikan
yang lain menyelenggarakan pendidikan formal maupun pendidikan nonfonnal.
Bentuk-bentuk pendidikan nonformal cukup banyak jenisnya, seperti berbagai
macam kursus kcterampilan yang mempersiapkan tenaga terampil. Seperti kursus
menjahit, kursus komputer, kursus montir, kursus bahasa-bahasa asing dan
sebagainya. Bentuk pendidikan formal yang beçjalan ini terdiri dari empat
jenjang yaitu SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Menurut Undang Undang Nomor
: 2/1989, tentang jenjang pendidikan dibagi menjadi tiga jenjang yaitu
Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi. Pendidikan Dasar
terdiri dari Sekolah Dasar dan Sekolab Menengah Tingkat Pertama.
G.
Peranan
Pendidikan Dalam Masyarakat
Sebagian
besar masyarakat modern memandang lembaga-lembaga pendidikan sebagai peranan
kunci dalam mencapai tujuan sosial Pemerintah bersama orang tua telah
menyediakan anggaran pendidikan yang diperlukan sceara besar-besaran untuk
kemajuan sosial dan pembangunan bangsa, untuk mempertahankan nilai-nilai
tradisional yang berupa nilai-nilai luhur yang harus dilestarikan seperti rasa
hormat kepada orang tua, kepada pemimpin kewajiban untuk mematuhi hukum-hukum
dan norma-norma yang berlaku, jiwa patriotisme dan sebagainya.
Pendidikan
juga diharapkan untuk memupuk rasa takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
meningkatkan kemajuan-kemajuan dan pembangunan politik, ekonomi, sosial dan
pertahanan keamanan. Pendek kata pendidikan dapat diharapkan untuk
mengembangkan wawasan anak terhadap ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya
dan pertahanan keamanan secara tepat dan benar, sehingga membawa kemajuan pada
individu masyarakat dan negara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.
Berbicara
tentang fungsi dan peranan pendidikan dalam masyarakat ada bermacam-macam
pendapat, di bawah ini disajikan tiga pendapat tentang fungsi pendidikan dalam
masyarakat.
Wuradji
(1988) menyatakan bahwa pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai
fungsi-fungsi sebagai berikut:
1) Fungsi sosialisasi,
2) Fungsi
kontrol sosial,
3) Fungsi
pelestarian budaya Masyarakat,
4) Fungsi
latihan dan pengembangan tenaga kerja,
5) Fungsi
seleksi dan alokasi,
6) Fungsi
pendidikan dan perubahan sosial,
7) Fungsi
reproduksi budaya,
8) Fungsi
difusi kultural,
9) Fungsi
peningkatan sosial,
10) Fungsi
modifikasi sosial. ( Wuradji, 1988, p. 31-42).
1) Fungsi Sosialisasi.
Di dalam
masyarakat pra industri, generasi baru belajar mengikuti pola perilaku generasi
sebelumnya tidak melalui lembaga-lembaga sekolah seperti sekarang ini. Pada
masyarakat pra industri tersebut anak belajar dengan jalan mengikuti atau
melibatkan diri dalam aktivitas
orang-orang yang telah lebih dewasa.
Anak-anak
mengamati apa yang mereka lakukan, kemudian menirunya dan anak-anak belajar
dengan berbuat atau melakukan sesuatu sebagaimana dilakukan oleh orang-orang
yang telah dewasa. Untuk keperluan tersebut anak-anak belajar bahasa atau
simbol-simbol yang berlaku pada generasi tua, menyesuai kan diri dengan
nilai-nilai yang berlaku, mengikuti pandangannya dan memperoleh
keterampilan-keterampilan tertentu yang semuanya diperoleh lewat budaya
masyarakatnya. Di dalam situasi seperti itu semua orang dewasa adalah guru,
tempat di mana anak-anak meniru, mengikuti dan berbuat seperti apa yang
dilakukan oleh orang-orang yang lebih dewasa. Mulai dari permulaan, anak-anak
telah dibiasakan berbuat sebagaimana dilakukan oleh generasi yang lebih tua.
Hal itu merupakan bagian dari perjuangan hidupnya. Segala sesuatu yang
dipelajari adalah berguna dan berefek langsung bagi kehidupannya sehari-hari.
Hal ini semua bisa terjadi oleh karena budaya yang berlaku di dalam masyarakat,
di mana anak menjadi anggotanya, adalah bersifat stabil, tidak berubah dan
waktu ke waktu, dan statis.
Dengan
semakin majunya masyarakat, pola budaya menjadi lebih kompleks dan memiliki
diferensiasi antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain, antara yang
dianut oleh individu yang satu dengan individu yang lain. Dengan perkataan lain
masyarakat tersebut telah mengalami perubahan-perubahan sosial.
Ketentuan-ketentuan untuk berubah ini sebagaimana telah disinggung di
halaman-halaman situs web ini sebelumnya, mengakibatkan terjadinya setiap
transmisi budaya dan satu generasi ke generasi berikutnya selalu menjumpai
permasalahan-permasalahan. Di dalam suatu masyarakat sekolah telah melembaga
demikian kuat, maka sekolah menjadi sangat diperlukan bagi upaya
menciptakan/melahirkan nilai-nilai budaya baru (cultural reproduction).
Dalam
proses belajar untuk mengikuti pola acuan bagi tatanan masyarakat yang telah
mapan dan melembaga, anak-anak belajar untuk menyesuaikan dengan nilai-nilai
tradisional di mana institusi tradisional tersebut dibangun. Keseluruhan proses
di mana anak-anak belajar mengikuti pola-pola dan nilai-nilai budaya yang
berlaku tersebut dinamakan proses sosialisasi. Proses sosialisasi tersebut
harus beijalan dengan wajar dan mulus oleh karena kita semua mengetahui betapa
pentingnya masa-masa permulaan proses sosialisasi
2) Fungsi kontrol sosial
Sekolah
dalam menanamkan nilai-nilai dan loyalitas terhadap tatanan tradisional
masyarakat harus juga berfungsi sebagai lembaga pelayanan sekolah untuk
melakukan mekanisme kontrol sosial. Durheim menjelaskan bahwa petididikan moral
dapat dipergunakan untuk menahan atau mengurangi sifat-sifat egoisme pada
anak-anak menjadi pribadi yang merupakan bagian masyarakat yang integral di
mana anak harus memiliki kesadaran dan tanggung jawab sosial. (Jeane H.
Bellatine, 1983, p.8). Melalui pendidikan semacam ini individu mengadopsi
nilai-nilai sosial dan melakukan interaksi nilai-niiai tersebut dalam
kehidupannya sehari-hari Selanjutnya sebagai individu sebagai anggota
masyarakat ia juga dituntut untuk memberi dukungan dan berusaha untuk
mempertahankan tatanan sosial yang berlaku.
Sekolah
sebagai lembaga yang berfungsi untuk mempertahankan dan mengembangkan
tatanan-tatanan sosial serta kontrol sosial mempergunakan program-program
asimilasi dan nilai-nilai subgrup beraneka ragam, ke dalam nilai-nilai yang
dominan yang memiliki dan menjadi pola anutan bagi sebagiai masyarakat.
Sekolah
berfungsi untuk mempersatukan nilai-nilai dan pandangan hidup etnik yang
beraneka ragam menjadi satu pandangan yang dapat diterima seluruh etnik. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa sekolah berfungsi sebagai alat pemersatu dan
segala aliran dan pandangan hidup yang dianut oleh para siswa. Sebagai contoh
sekolah di Indonesia, sekolah harus menanamkan nilai-nilai Pancasila yang
dianut oleh bangsa dan negara Indonesia kepada anak-anak di sekolah.
3) Fungsi pelestarian budaya masyarakat.
Sekolah
di samping mempunyai tugas untuk mempersatu budaya-budaya etnik yang beraneka
ragam juga harus melestanikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak
dipertahankan seperti bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti dan suatu
upaya mendayagunakan sumber daya lokal bagi kepentingan sekolah dan sebagainya.
Fungsi
sekolah berkaitan dengan konservasi nilai-nilai budaya daerah ini ada dua
fungsi sekolah yaitu pertama sekolah digunakan sebagai salah satu lembaga
masyarakat untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu
masyarakat pada suatu daerah tertentu umpama sekolah di Jawa Tengah, digunakan
untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat
untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Sunda, sekolah di Sumatera Barat untuk
mempertahankan nilai-nilai budaya Minangkabau dan sebagainya dan kedua sekolah
mempunyai tugas untuk mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dengan
mempersatukan nilai-nilai yang ada yang beragam demi kepentingan nasional.
Untuk
memenuhi dua tuntutan itu maka perlu disusun kurikulum yang baku yang berlaku
untuk semua daerah dan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi dan
nilai-nilai daerah tertentu.Oleh karena itu sekolah harus menanamkan
nilai-nilai yang dapat menjadikan anak itu menjadi yang mencintai daerahnya dan
mencintai bangsa dan tanah airnya.
4) Fungsi seleksi, latihan dan pengembangan tenaga kerja.
Jika
kita amati apa yang terjadi dalam masyarakat dalam rangka menyiapkan tenaga
kerja untuk suatu jabatan tertentu, maka di sana akan terjadi tiga kegiatan
yaitu kegiatan, latihan untuk suatu jabatan dan pengembangan tenaga kerja
tertentu.
Proses
seleksi ini terjadi di segala bidang baik mau masuk sekolah maupun mau masuk
pada jabatan tertentu. Untuk masuk sekolah tertentu harus mengikuti ujian
tertentu, untuk masuk suatu jabatan tertentu harus mengikuti testing kecakapan
tertentu. Sebagai contoh untuk dapat masuk pada suatu sekolah menengah harus Lulus
Ujian Nasional, dan mengikuti tes yang diselengarakan oleh sekolah tersebut.Jika
bukan nilai yang menjadi persyaratan yang ketat tetapi biaya sekolah yang tak
terjangkau untuk masuk sekolah tertentu. Oleh karena itu anak yang nilainya
rendah dan ekonominya lemah tidak kebagian sekolah yang mutunya tinggi.
Demikian pula untuk memangku jabatan pada pekerjaan tertentu, mereka yang
diharuskan mengikuti seleksi dengan berbagai cara yang tujuannya untuk
memperoleh tenaga kerja yang cakap dan terampil sesuai dengan jabatan yang akan
dipangkunya.
Sekolah
sebagai lembaga yang berfungsi untuk latihan dan pengembangan tenaga kerja
mempunyai dua hal. Pertama sekolah digunakan untuk menyiapkan tenaga kera
profesional dalam bidang spesialisasi tertentu. Untuk memenuhi ini berbagai
bidang studi dibuka untuk menyiapkan tenaga ahli dan terampil dan berkemampuan
yang tinggi dalam bidangnya. Kedua dapat digunakan untuk memotivasi para
pekerja agar memiliki tanggung jawab terhadap kanier dan pekerjaan yang
dipangkunya.
Sekolah
mengajarkan bagaimanan menjadi seorang yang akan memangku jabatan tertentu,
patuh terhadap pimpinan, rasa tanggung jawab akan tugas, disiplin mengerjakan
tugas sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Sekolah juga mendidik agar
seseorang dapat menghargai harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia
sebagai manusia, dengan memperhatikan segala bakat yang dimilikinya demi
keberhasilan dalam tugasnya.
Sekolah
mempunyai fungsi pengajaran, latihan dan pendidikan. Fungsi pengajaran untuk
menyiapkan tenaga yang cakap dalam bidang keahlian yang ditekuninya. Fungsi
latihan untuk mendapatkan tenaga yang terampil sesuai dengan bidangnya, sedang
fungsi pendidikan untuk menyiapkan seorang pribadi yang baik untuk menjadi
seorang pekerja sesuai dengan bidangnya. Jadi fungsi pendidikan ini merupakan
pengembangan pribadi sosial.
5) Fungsi
pendidikan dan perubahan sosial.
a. Pendidikan
mempunyai fungsi untuk mengadakan perubahan sosial mempunyai fungsi melakukan
reproduksi budaya, \
b. Difusi
budaya,
c. Mengembangkan
analisis kultural terhadap kelembagaan-kelembagaan tradisional,
d. Melakukan
perubahan-perubahan atau modifikasi tingkat ekonomi sosial tradisional, dan
e. Melakukan
perubahan-perubahan yang lebih mendasar terhadap institusi-institusi
tradisional yang telah ketinggalan.
Sekolah
berfungsi sebagai reproduksi budaya menempatkan sekolah sebagai pusat
penelitian dan pengembangan. Fungsi semacam ini merupakan fungsi pada perguruan
tinggi. Pada sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi ini tidak setinggi pada
tingkat pendidikan tinggi.
Pada
masa-masa proses industrialisasi dan modernisasi pendidikan telah mengajarkan
nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan baru, seperti orientasi ekonomi,
orientasi kemandirian, mekanisme kompetisi sehat, sikap kerja keras, kesadaran
akan kehidupan keluarga kecil, di mana nilai-nilai tersebut semuanya sangat
diperlukan bagi pembangunan ekonomi sosial suatu bangsa. Usaha-usaha sekolah
untuk mengajarkan sistem nilai dan perspektif ilmiah dan rasional sebagai lawan
dan nilai-nilai dan pandangan hidup lama, pasrah dan menyerah pada nasib,
ketiadaan keberanian menanggung resiko, semua itu telah diajarkan oleh sekolah
sekolah sejak proses modernisasi dari perubahan social. Dengan menggunakan
cara-cara berpikir ilmiah, cara-cara analisis dan pertimbangan-pertimbangan
rasional serta kemampuan evaluasi yang kritis orang akan cenderung berpikir
objektif dan lebih berhasil dalam menguasai alam sekitarnya.
Lembaga-lembaga
pendidikan disamping berfungsi sebagai penghasil nilai-nilai budaya baru juga
berfungsi penghasil nilai-nilai budaya baru juga berfungsi sebagai difusi
budaya (cultural diffission). Kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial yang
kemudian diambil tentu berdasarkan pada hasil budaya dan difusi budaya.
Sekolah-sekolah tersebut bukan hanya menyebarkan penemuan-penemuan dan
informasi-informasi baru tetapi juga menanamkan sikap-sikap, nilai-nilai dan
pandangan hidup baru yang semuanya itu dapat memberikan kemudahan-kemudahan
serta memberikan dorongan bagi terjadinya perubahan sosial yang berkelanjutan.
Fungsi
pendidikan dalam perubahan sosial dalam rangka meningkatkan kemampuan analisis
kritis berperan untuk menanamkan keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai baru
tentang cara berpikir manusia. Pendidikan dalam era abad modern telah berhasil
menciptakan generasi baru dengan daya kreasi dan kemampuan berpikir kritis,
sikap tidak mudah menyerah pada situasi yang ada dan diganti dengan sikap yang
tanggap terhadap perubahan. Cara-cara berpikir dan sikap-sikap tersebut akan
melepaskan diri dari ketergantungan dan kebiasaan berlindung pada orang lain,
terutama pada mereka yang berkuasa. Pendidikan ini terutama diarahkan untuk
mempenoleh kemerdekaan politik, sosial dan ekonomi, seperti yang diajukan oleh
Paulo Friere. Dalam banyak negara terutama negara-negara yang sudah maju,
pendidikan orang dewasa telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga masalah
kemampuan kritis ini telah berlangsung dengan sangat intensif. Pendidikan
semacam itu telah berhasil membuka mata masyarakat terutama didaerah pedesaan
dalam penerapan teknologi maju dan penyebaran penemuan baru lainnya.
Pengaruh
dan upaya pengembangan berpikir kritis dapat memberikan modifikasi (perubahan)
hierarki sosial ekonomi. Oleh karena itu pengembangan berpikir knitis bukan
saja efektif dalam pengembangan pnibadi seperti sikap berpikir kritis, juga
berpengaruh terhadap penghargaan masyarakat akan nilai-nilai manusiawi,
perjuangan ke arah persamaan hak-hak baik politik, sosial maupun ekonomi. Bila
dalam masyarakat tradisional lembaga-lembaga ekonomi dan sosial didominasi oleh
kaum bangsawan dan golongan elite yang berkuasa, maka dengan semakin pesatnya
proses modernisasi tatanan-tatanan sosial ekonomi dan politik tersebut diatur
dengan pertimbangan dan penalaran-penalaran yang rasional. Oleh karena itu
timbullah lembaga-lembaga ekonomi, sosial dan politik yang berasaskan keadilan,
pemerataan dan persamaan. Adanya strata sosial dapat terjadi sepanjang
diperoleh melalui cara-cara objektif dan keterbukaan, misalnya dalam bentuk
mobilitas vertikal yang kompetitif.
6) Fungsi Sekolah dalam Masyarakat
Di muka
telah dibicarakan tentang adanya tiga bentuk pendidikan yaitu :
a. Pendidikan
formal,
b. Pendidikan
informal dan
c. Pendidikan
nonformal.
Pendidikan
formal disebut juga sekolah. Oleh karena itu sekolah bukan satu-satunya lembaga
yang menyelenggarakan pendidikan tetapi masih ada lembaga-lembaga lain yang
juga menyelenggarakan pendidikan. Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan
mempunyai dua fungsi yaitu :
a. Sebagai
partner masyarakat dan
b. Sebagai
penghasil tenaga kerja.
Sekolah
sebagai partner masyarakat akan dipengaruhi oleh corak pengalaman seseorang di
dalam lingkungan masyarakat. Pengalarnan pada berbagai kelompok masyarakat,
jenis bacaan, tontonan serta aktivitas-aktivitas lainnya dalam masyarakat dapat
mempengaruhi fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah. Sekolah juga
berkepentingan terhadap perubahan lingkungan seseorang di dalam masyarakat.
Perubahan lingkungan itu antara lain dapat dilakukan melalui fungsi layanan
bimbingan, penyediaan forum komunikasi antara sekolah dengan lembaga sosial
lain dalam masyarakat. Sebaliknya partisipasi sadar seseorang untuk selalu
belajar dari lingkungan masyarakat, sedikit banyak juga dipengaruhi oleh
tugas-tugas belajar serta pengarahan belajar yang dilaksanakan di sekolah.
Fungsi
sekolah sebagai partner masyarakat akan dipengaruhi pula oleh sedikit banyaknya
serta fungsional tidaknya pendayagunaan sumber-sumber belajar di masyarakat.
Kekayaan sumber belajar dalam masyarakat seperti adanya orang-orang sumber,
perpustakaan, museum, surat kabar, majalah dan sebagainya dapat digunakan oleh
sekolah dalam menunaikan fungsi pendidikan.
Sebagai
produser kebutuhan pendidikan masyarakat sekolah dan masyarakat memiliki ikatan
hubungan rasional di antara keduanya.
Pertama, adanya kesesuaian antara
fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah dengan apa yang dibutuhkan
masyarakat.
Kedua, ketepatan sasaran atau
target pendidikan yang ditangani oleh lembaga persekolahan akan ditentukan pula
o!eh kejelasan perumusan kontrak antara sekolah selaku pelayan dengan
masyarakat selaku pemesan. Ketiga, keberhasilan penunaian fungsi sekolah
sebagai layanan pesanan masyarakat sebagian akan dipengaruhi oleh ikatan
objektif di antara keduanya.
H. Kelas
Sebagai Sistem Sosial
Marilah
kita perhatikan suatu kelas. Tiap-tiap kelas mempunyai struktur hierarki. Di
sana ada guru ada juga siswa, ada pengurus kelas, ada tata tertib, ada jadwal
dan sebagainya. Dalam kelas ada interaksi antara guru dengan guru, antara siswa
dengan siswa. Oleh karena kehidupan kelas sama dengan kehidupan sosial. Kehidupan
kelas sebagai kehidupan sosial dapat dipandang sebagai kehidupan menurut sistem
sosial.
Philip
Jacson menyatakan bahwa kelas dalam beberapa hal bisa dipersamakan dengan
kerumunan orang yang berjejal-jejal para individu. Karena kondisi yang demikian
ini maka guru dipacu untuk mengadakan pendisiplinan dan pengontrolan terhadap
para siswa. (Sanapiah Faizal, TT, p. 195). Pendisiplinan dan pengontrolan ini
dimaksudkan oleh guru agar siswa tidak bertindak semena-mena, kehidupan kelas
dapat berjalan sesuai dengan aturan yang telah disepakati bersama.
Aturan-aturan dapat dilaksanakan dengan baik jika di sana ada hirarki otoritas
yang memiliki suatu kekuasaan dan pembawaan yang telah melembaga. Aturan-aturan
dapat berjalan secara baik jika ada serangkaian kegiatan yang melembaga secara
teratur dan tetap (rutin).
Dalam
rangka membahas kelas sebagai sistem sosial dan segi dinamika sosial Sanapiah
Faizal dengan mempergunakan sumber dari Sarane Spence Boocock (1980) mengajukan
lima aspek yang perlu diperhatikan. Lima aspek berorientasi pada fungsi kelas
sebagai lingkungan belajar yaitu
a. Ukuran
kelas,
b. Komposisi
sosial kelas,
c. Keknologi
kelas,
d. Struktur
komunikasi, dan
e. Suasana
sosial.
I. PERANAN
GURU DALAM PENDIDIKAN
1.
Tugas
Guru
Daoed
Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu
tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission).
Jika dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan
dengar logika dan estetika, tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.
Tugas-tugas
profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan
seharusnya diketahui oleh anak.
Tugas
manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi
tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas
manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan
pengertian tentang diri sendiri.
Usaha
membantu kearah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian bahwa manusia
hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya seperti yang
telah digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui
pendidikan mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau
penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara kreatif dalam
proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri
dan kehidupan seluruh masyarakat di mana dia hidup.
Tugas
kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut
mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara
lewat UUD 1945 dan GBHN.
Ketiga
tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis
harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja
tetapi seorang guru harus mampu menjadi katalisator, motivator dan dinamisator
pembangunan tempat di mana ia bertempat tinggal.
Ketiga
tugas ini jika dipandang dari segi anak didik maka guru harus memberikan
nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan
datang, pilihan nilai hidup dan praktek-praktek komunikasi. Pengetahuan yang
kita berikan kepada anak didik harus mampu membuat anak didik itu pada akhimya
mampu memilih nilai-nilai hidup yang semakin komplek dan harus mampu membuat
anak didik berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat, oleh karena anak
didik ini tidak akan hidup mengasingkan diri. Kita mengetahui cara manusia
berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya melalui bahasa tetapi dapat juga
melalui gerak, berupa tari-tarian, melalui suara (lagu, nyanyian), dapat
melalui warna dan garis-garis (lukisan-lukisan), melalui bentuk berupa ukiran,
atau melalui simbul-simbul dan tanda tanda yang biasanya disebut rumus-rumus.
Jadi
nilai-nilai yang diteruskan oleh guru atau tenaga kependidikan dalam rangka
melaksanakan tugasnya, tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan,
apabila diutarakan sekaligus merupakan pengetahuan, pilihan hidup dan praktek
komunikasi. Jadi walaupun pengutaraannya berbeda namanya, oleh karena dipandang
dari sudut guru dan dan sudut siswa, namun yang diberikan itu adalah nilai yang
sama, maka pendidikan tenaga kependidikan pada umumnya dan guru pada khususnya
sebagai pembinaan prajabatan, bertitik berat sekaligus dan sama beratnya pada
tiga hal, yaitu melatih mahasiswa, calon guru atau calon tenaga kependidikan
untuk mampu menjadi guru atau tenaga kependidikan yang baik, khususnya dalam
hal ini untuk mampu bagi yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas
profesional.
Untuk
menyiapkan guru yang juga manusia berbudaya ini tergantung 3 elemen pokok yaitu
:
1. Orang
yang disiapkan menjadi guru ini melalui prajabatan (initial training)
harus mampu menguasai satu atau beberapa disiplin ilmu yang akan diajarkannya
di sekolah melalui jalur pendidikan, paling tidak pendidikan formal. Tidak
mungkin seseorang dapat dianggap sebagai guru atau tenaga kependidikan yang
baik di satu bidang pengetahuan kalau dia tidak menguasai pengetahuan itu
dengan baik. Ini bukan berarti bahwa seseorang yang menguasai ilmu pengetahuan
dengan baik dapat menjadi guru yang baik, oleh karena biar bagaimanapun
mengajar adalah seni. Tetapi sebaliknya biar bagaimanapun mahirnya orang
menguasai seni mengajar (art of teaching), selama ia tidak punya sesuatu
yang akan diajarkannya tentu ia tidak akan pantas dianggap menjadi guru.
2. Guru
tidak hanya harus menguasai satu atau beberapa disiplin keilmuan yang harus
dapat diajarkannya, ia harus juga mendapat pendidikan kebudayaan yang mendasar
untuk aspek manusiawinya. Jadi di samping membiasakan mereka untuk mampu
menguasai pengetahuan yang dalam, juga membantu mereka untuk dapat menguasai satu
dasar kebudayaan yang kuat. Jadi bagi guru-guru juga perlu diberikan dasar
pendidikan umum.
3. Pendidikan
terhadap guru atau tenaga kependidikan dalam dirinya seharusnya merupakan satu
pengantar intelektual dan praktis kearah karir pendidikan yang dalam dirinya
(secara ideal kita harus mampu melaksanakannya) meliputi pemagangan. Mengapa
perlu pemagangan, karena mengajar seperti juga pekerjaan dokter adalah seni.
Sehingga ada istilah yang populer di dalam masyarakat tentang dokter yang
bertangan dingin dan dokter yang bertangan panas, padahal ilmu yang diberikan
sama. Oleh karena mengajar dan pekerjaan dokter merupakan art (kiat),
maka diperlukan pemagangan. Karena art tidak dapat diajarkan adalah
teknik mengajar, teknik untuk kedokteran. Segala sesuatu yang kita anggap kiat,
begitu dapat diajarkan diakalau menjadi teknik. Akan tetapi kalau kiat ini
tidak dapat diajarkan bukan berarti tidak dapat dipelajari. Untuk ini orang
harus aktif mempelajarinya dan mempelajari kiat ini harus melalui pemagangan
dengan jalan memperhatikan orang itu berhasil dan mengapa orang lain tidak
berhasil, mengapa yang satu lebih berhasil, mengapa yang lain kurang berhasil.
2.
Peran
Guru
WF Connell (1972) membedakan tujuh
peran seorang guru yaitu :
a.
Peran
guru sebagai pendidik (nurturer)
Peran
guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan
tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan
dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan
mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah
dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh
pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas
dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab
kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan.untuk perkawinan
dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal
dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan
pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus
mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang
dengan norma-norma yang ada.
b.
Peran
guru sebagai model atau contoh bagi anak
Peran
guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka
dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik
baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan
norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai
dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik
harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.
c.
Peranan
guru sebagai pengajar dan pembimbing
Peranan
guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru
harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi
sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang
berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat,
hasil belajar yang berkaitan dengan tanggurfg jawab sosial tingkah laku sosial
anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki
pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan
negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam
masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.
d.
Peran
guru sebagai pelajar (leamer).
Peran
guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu
menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan
yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang
dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan
pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas
kemanusiaan.Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru
diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan
kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi
maupun pertemuan insidental.
e.
Peranan
guru sebagai komunikator
Peranan
guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat
berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia
dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya.
f.
Guru
sebagai administrator
Guru
sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi
juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena
itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala
pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan
secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana
mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga
bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
BAB
III
KESIMPULAN
Bagi masyarakat hakikat pendidikan
sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan proses kemajuan hidupnya. Agar
masyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya, maka kepada anggota mudanya
harus diteruskan nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan dan bentuk tata
perilaku lainnya yang diharapkan akan dimiliki oleh setiap anggota. Setiap
masyarakat berupaya meneruskan kebudayaannya dengan proses adaptasi tertentu
sesuaicorak masing-masing periode jaman kepada generasi muda melaluipendidikan,
secara khusus melalui interaksi sosial. Dengan demikian pendidikan dapat diartikan
sebagai proses sosialisasi.Dalam pengertian tersebut, pendidikan sudah dimulai
semenjak seorang individu pertama kali berinteraksi dengan lingkungan eksternal
di luar dirinya,
Dengan
semakin majunya masyarakat, pola budaya menjadi lebih kompleks dan memiliki
diferensiasi antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain, antara yang
dianut oleh individu yang satu dengan individu yang lain. Dengan perkataan lain
masyarakat tersebut telah mengalami perubahan-perubahan sosial.
Ketentuan-ketentuan untuk berubah ini sebagaimana telah disinggung di
halaman-halaman situs web ini sebelumnya, mengakibatkan terjadinya setiap
transmisi budaya dan satu generasi ke generasi berikutnya selalu menjumpai
permasalahan-permasalahan. Di dalam suatu masyarakat sekolah telah melembaga
demikian kuat, maka sekolah menjadi sangat diperlukan bagi upaya
menciptakan/melahirkan nilai-nilai budaya baru (cultural reproduction).
Dalam
proses belajar untuk mengikuti pola acuan bagi tatanan masyarakat yang telah
mapan dan melembaga, anak-anak belajar untuk menyesuaikan dengan nilai-nilai
tradisional di mana institusi tradisional tersebut dibangun. Keseluruhan proses
di mana anak-anak belajar mengikuti pola-pola dan nilai-nilai budaya yang
berlaku tersebut dinamakan proses sosialisasi. Proses sosialisasi tersebut
harus beijalan dengan wajar dan mulus oleh karena kita semua mengetahui betapa
pentingnya masa-masa permulaan proses sosialisasi.
Dalam
proses pendidikan pula perubahan peranan guru mempunyai arti yang sangat
penting sekali. Berbicara tentang perubahan peranan guru berarti berbicara
tentang perubahan batasan fungsi sekolah. Dalam dunia yang sedang berubah
menuntut perubahan-perubahan pendidikan. Anak-anak yang dipersiapkan untuk
memasuki tanggung jawab dan orang dewasa membutuhkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang jauh berbeda dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang
dimiliki orang tuanya. Oleh karena itu maka orang tua sendiri dituntut untuk
memperluas dan mempebaharui pengetahuan, sikap dan ketrampilannya agar supaya
dapat menyesuaikan dengan masyarakat yang sedang berubah ini.
DAFTAR PUATAKA
1. Abdullah
dan Van der Leeden, 1986
2. Cakul
(catata kuliah) dan diktat-diktat tua pak guru.
3. Faure
dkk., 1981).
4. Purbakawatja
dkk., 1955
5. Sanderson
,1993 : 429, 489
6. Tilaar
(2003: 62)